Ilmuwan temukan cahaya misterius, tanda keberadaan materi gelap

Temuan Baru Mengungkap Cahaya Mysterious di Halo Galaksi Bima Sakti

Selama beberapa dekade, materi gelap (dark matter) menjadi salah satu misteri terbesar dalam kosmologi. Meski tidak dapat dilihat secara langsung, ia diyakini memainkan peran penting dalam membentuk struktur alam semesta. Kini, sebuah penemuan baru dari lingkungan yang kita kenal, yaitu halo galaksi Bima Sakti, memberikan petunjuk mengenai keberadaannya.

Analisis terbaru terhadap data selama 15 tahun dari Teleskop Antariksa Sinar Gamma Fermi menemukan cahaya aneh berenergi sangat tinggi di halo galaksi. Fenomena ini belum pernah terdeteksi sebelumnya dan sulit dijelaskan oleh sumber astrofisika yang sudah dikenal. Menurut astronom Tomonori Totani dari University of Tokyo, cahaya ini bisa jadi berasal dari radiasi yang dihasilkan ketika partikel-partikel dark matter saling bertabrakan dan saling memusnahkan.

Temuan ini dipublikasikan dalam Journal of Cosmology and Astroparticle Physics pada November 2025.

Kilau Gamma di Halo Galaksi Bima Sakti

Upaya mencari cahaya khas dari dark matter bukanlah hal baru bagi para ilmuwan, namun temuan kali ini memiliki keunikan tersendiri. Ini karena untuk pertama kalinya sinar gamma terdeteksi memuncak pada tingkat energi spesifik, yaitu sekitar 20 gigaelectronvolts (GeV), di wilayah halo galaksi.

Menurut Totani, sinar gamma berenergi tinggi ini membentang membentuk struktur menyerupai halo yang mengarah ke pusat Bima Sakti. Pola sebarannya dinilai cocok dengan bentuk yang secara teoritis diharapkan dari halo dark matter. Kesesuaian ini memperkuat dugaan bahwa sumber kilau tersebut bukan berasal dari objek astrofisika biasa, melainkan terkait dengan dark matter.

Dark matter sendiri merupakan komponen misterius alam semesta yang hanya “terlihat” lewat efek gravitasinya yang berlebih dibandingkan jumlah materi yang bisa kita amati langsung.

Petunjuk dari Materi yang Tak Terlihat

Perhitungan kosmologis menunjukkan bahwa materi biasa, seperti bintang, planet, dan gas yang dapat kita amati, hanya menyusun sekitar 16 persen dari total materi di Alam Semesta. Sementara sisanya, sekitar 84 persen, diduga berupa dark matter dengan identitas yang masih misterius.

Salah satu kandidat terkuat untuk dark matter adalah partikel hipotetis bernama weakly interacting massive particles (WIMPs). Teori menyebutkan bahwa ketika WIMPs bertabrakan dengan antipartikelnya, keduanya akan saling memusnahkan dan menghasilkan semburan partikel, termasuk foton sinar gamma yang berpotensi terdeteksi.

Karena itu, kemunculan cahaya sinar gamma tanpa sumber yang jelas kembali menjadi petunjuk penting. Ada kemungkinan bahwa ini jejak radiasi yang tercipta dari proses pemusnahan dark matter itu sendiri.

Mengapa Halo Galaksi Jadi Wilayah Kunci Pencarian

Upaya ilmuwan untuk mendeteksi sinyal dark matter sejauh ini masih menghasilkan temuan yang belum konklusif. Selama ini, pusat galaksi menjadi wilayah paling sering diteliti karena kepadatan dark matter di area tersebut diyakini sangat tinggi, sehingga sinyal keberadaannya lebih mudah muncul dan memang sempat terindikasi.

Sebaliknya, halo galaksi relatif jarang dieksplorasi dalam pencarian jejak pemusnahan dark matter. Di wilayah ini, sinyal yang mungkin muncul diperkirakan jauh lebih lemah dibandingkan pusat galaksi, sehingga jauh lebih sulit terdeteksi sejak awal, namun justru berpotensi memberikan petunjuk yang lebih bersih dan berbeda.

Menggunakan Data 15 Tahun dari Fermi Large Area Telescope

Berbeda dengan pusat galaksi yang dipenuhi berbagai sumber sinar gamma seperti pulsar milidetik, halo galaksi relatif “bersih” dari gangguan sumber serupa. Ini menyebabkan sinyal potensial dari dark matter lebih mudah dibedakan.

Namun, tantangannya adalah cahaya di halo sangat redup yang membuat jumlah sinar gamma yang terdeteksi sangat terbatas. Untuk mengatasi hal ini, Totani memanfaatkan kumpulan data luar biasa besar berupa 15 tahun pengamatan dari Fermi Large Area Telescope.

Dengan jumlah foton yang lebih banyak, analisis statistik untuk menemukan kelebihan sinyal menjadi memungkinkan. Cara ini juga meningkatkan rasio sinyal terhadap derau (signal-to-noise ratio) agar hasilnya lebih andal.

Ditemukan Puncak Energi Sekitar 20 Gigaelectronvolts

Dalam analisisnya, Totani membandingkan data sinar gamma yang terkumpul dengan berbagai sumber emisi yang sudah dikenal di halo galaksi, seperti Fermi bubbles dan sumber titik lainnya. Setelah seluruh kontribusi sumber-sumber tersebut diperhitungkan dan disisihkan, emisi yang tersisa kemudian dikompilasi ke dalam sebuah peta.

Hasilnya memperlihatkan wilayah besar berbentuk hampir bulat di halo galaksi dengan emisi sinar gamma yang sangat lemah, namun memiliki puncak energi sekitar 20 gigaelectronvolts. Ini adalah rentang yang diprediksi untuk proses anihilasi WIMP. Meski belum bisa disebut sebagai bukti definitif, temuan ini cukup menggugah untuk mendorong penelitian lanjutan.

Masih Perlu Penelitian Panjang

Jika interpretasi ini benar, maka untuk pertama kalinya manusia mungkin benar-benar “melihat” dark matter, sebagaimana dikatakan Totani. Ini sekaligus membuka kemungkinan adanya partikel baru yang belum tercakup dalam model standar fisika partikel.

Temuan ini berpotensi menjadi lompatan besar bagi astronomi dan fisika, namun para peneliti menekankan bahwa jalan menuju kepastian masih panjang. Diperlukan analisis independen untuk mereplikasi hasil ini, pengujian apakah ada proses astrofisika lain yang bisa menghasilkan cahaya serupa, serta pencarian sinyal sejenis di lingkungan kosmik lain seperti galaksi kerdil.

Meski belum bisa disebut sebagai bukti final, cahaya misterius di halo Bima Sakti ini memberi harapan baru dalam perburuan salah satu misteri terbesar alam semesta. Jika kelak terkonfirmasi, temuan ini bukan hanya mengubah cara kita memahami galaksi, tetapi juga membuka bab baru dalam fisika fundamental tentang penyusun utama alam semesta.

0 Response to "Ilmuwan temukan cahaya misterius, tanda keberadaan materi gelap"

Post a Comment