Banyak akun medsos merendahkan Aceh saat bencana

Banyak akun medsos merendahkan Aceh saat bencana

Isu Ujaran Kebencian di Media Sosial yang Menyudutkan Aceh

Platform TikTok kini menjadi tempat penyebaran berbagai postingan yang mengandung ujaran kebencian terhadap Aceh. Postingan tersebut tidak hanya menyudutkan wilayah ini, tetapi juga menyerang masyarakat Aceh yang sedang mengalami bencana banjir dan tanah longsor.

Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Tgk Muharuddin, mengkhawatirkan kondisi ini. Ia meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk segera mengambil langkah tegas dalam menangani isu ini. Menurutnya, hal ini sangat penting agar tidak menimbulkan gejolak sosial yang lebih besar.

“Kami sangat menyayangkan ini bisa terjadi. Seharusnya kita semua seluruh masyarakat Indonesia berempati dan saling bahu-membahu membantu para korban yang sedang dilanda musibah. Bukan menambah derita para korban dengan melontarkan kata-kata yang tidak pantas,” ujar Tgk Muharuddin.

Beberapa komentar dan postingan yang ditemukan di media sosial dinilai provokatif dan bisa memengaruhi psikologis masyarakat Aceh, khususnya para korban bencana yang masih tinggal di pengungsian. Ada yang berkomentar, “Ooo banjirnya di Aceh ya? Kirain di Indonesia.” Atau bahkan, “Ngapain minta bantu Presiden Indonesia? Kan Negara Aceh Ada Presiden Sendiri.”

Selain itu, ada juga komentar yang menyudutkan masyarakat Aceh dengan tuduhan pencurian bantuan 80 ton serta tudingan bahwa korban bencana tidak tahu berterima kasih atas bantuan pemerintah pusat. Bahkan, ada yang menyarankan Aceh untuk segera pisah dari Indonesia karena dinilai telah memalukan negara.

Tgk Muharuddin menegaskan bahwa masalah ini tidak bisa dianggap sepele. Ia khawatir jika dibiarkan, akan memicu kemarahan masyarakat Aceh yang bisa berujung pada gejolak sosial.

“Bisa saja karena perang di medsos ini dibiarkan, akan menimbulkan gejolak sosial lainnya. Apalagi saat ini masyarakat Aceh menilai pemerintah pusat setengah hati menangani korban bencana Aceh,” jelasnya.

Untuk itu, ia meminta Komdigi RI untuk segera mengambil langkah tegas dengan memblokir akun-akun yang menyebarkan ujaran kebencian, khususnya terkait SARA (Suku, Ras, dan Agama).

Di sisi lain, Tgk Muharuddin juga meminta Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian (Kominsa) Aceh untuk bersurat secara resmi ke Komdigi terkait permasalahan tersebut.

“Perlu diketahui bahwa jasa-jasa Aceh terdahulu kepada masyarakat Indonesia sangat besar, di mana Aceh yang merupakan sebuah negara berdaulat dengan ikhlas membantu Indonesia merdeka, serta menyumbangkan emas dan pesawat,” katanya.

Peran Sekda Aceh dalam Pemulihan Pascabencana

Akademisi sekaligus pengamat politik Universitas Syiah Kuala (USK), Dr Effendi Hasan MA, menilai bahwa stabilitas sosial dan peran penting Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh M Nasir sangat menentukan pemulihan pascabencana di Tanah Rencong.

Menurut Effendi, saat ini Aceh membutuhkan kerja kolaboratif, bukan energi yang habis untuk polemik. Ia mendukung penuh upaya Sekda Aceh dalam menangani masyarakat terdampak bencana serta proses rehabilitasi dan rekonstruksi.

“Sekda telah menjalankan fungsinya dengan sangat baik dan profesional dalam penangganan bencana yang melanda Aceh. Selain itu, Sekda juga sangat mampu mengimbangi gerak Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem di lapangan dalam menangani dampak bencana,” ujarnya.

Dalam situasi krisis dan darurat kemanusiaan, Effendi menekankan pentingnya menjaga fokus kolektif masyarakat Aceh agar tidak terpecah oleh isu-isu yang tidak produktif. Ia menilai, semua elemen masyarakat seharusnya tidak kehilangan fokus dan justru memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah, termasuk dengan Pak Sekda Aceh, dalam membantu masyarakat yang terdampak bencana.

Effendi juga mengungkap bahwa Sekda Aceh memiliki peran strategis sebagai pengendali administrasi pemerintahan dan koordinasi lintas sektor, terutama dalam memastikan efektivitas penyaluran bantuan, pemulihan layanan publik, serta percepatan program rehabilitasi dan rekonstruksi.

Ia mengingatkan bahwa fase pascabencana adalah periode paling rentan terhadap kegagalan tata kelola apabila tidak ditopang oleh stabilitas sosial dan kepercayaan publik.

“Rehabilitasi dan rekonstruksi bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal kepercayaan, koordinasi, dan ketenangan sosial. Jika energi publik terjebak pada hal-hal lain yang tidak substansial, maka proses pemulihan akan berjalan lambat dan tidak optimal,” jelasnya.

Oleh karena itu, Effendi mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh untuk bersatu dalam satu solidaritas atas nama rakyat Aceh guna membela dan fokus membantu kepentingan korban bencana di atas kepentingan lain.

“Fokus pada urusan kemanusiaan adalah sikap paling bijaksana dalam situasi seperti ini. Aceh pernah melewati masa-masa sulit, dan kita tahu bahwa kolaborasi adalah kunci untuk bangkit,” pungkasnya.



0 Response to "Banyak akun medsos merendahkan Aceh saat bencana"

Post a Comment